Wednesday, August 4, 2010

Mencegah Pornografi dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008

Membicarakan pornografi memang tak akan pernah ada habisnya. Isu tentang Pornografi menggelinding bagai bola panas yang siap menghantam siapapun dan telah memasuki kehidupan kita dengan berbagai macam bentuk dan alibi. Seni, kebebasan berekspresi, ataupun hak asasi seringkali muncul sebagai dasar pembenaran bagi para pelaku pornografi dan tentunya tanpa menyadari akibat yang ditimbulkannya. Banyak fakta yang bisa diungkapkan terkait pornografi. Menurut sebuah penelitian yang pernah dilakukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Lewat beberapa kali penelitian dan survey di lapangan, terkuak kenyataan di lapangan yang mengetengahkan gambaran kehidupan anak-anak Indonesia menjelang remaja, salah satunya adalah kegemaran coba-coba untuk urusan seks.

Salah satunya adalah hasil peneltian di Provinsi Jawa Barat, di mana dari 2.880 remaja yang disurvey BKKBN usia 15-24 tahun, sedikitnya 40 persen mengaku pernah berhubungan seks sebelum nikah. Selain itu pornografi hampir selalu bisa dikaitkan pada kekerasan kekerasan dalam rumah tangga dimana pihak perempuan dan anak anak adalah korban terbesar.

Untuk itu Pemerintah selaku pelindung dan pihak yang berwenang perlu membuat regulasi atau rules of the game agar korban korban dari tindak pornografi tidak terus bertambah yang diwujudkan dalam Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi. Selain itu bisa digunakan untuk menjerat pelaku pornografi dan membatasi ruang lingkupnya. Menurut UU Nomor 44 ini, Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartu, percakapan, gerak tubuh atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan atau pertunjukan di muka umum yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

Dari tahun grafik korban tindak kekerasan yang diakibatan dari pornografi trennya terus meningkat. Kekerasan dalam rumah tangga dan human trafficking yang dipekerjakan untuk industri pornografi adalah contoh betapa pornografi telah begitu merusak tatanan bermasyarakat kita, ditambah dengan tindak pornografi yang semakin marak dan semakin mudah diakses melalui media komunikasi separti televisi, media cetak dan internet. Kombinasi dari keduannya melahirkan keprihatinan bagi kita semua, terutama bagi para korban yang umumnya adalah para wanita dan anak anak. ”, untuk itu, diadakannya Sosialisasi Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kab. Ngawi merupakan satu tindakan tepat untuk meminimalisir pornografi,” Ungkap Asisten Pemerintahan Kab. Ngawi. Mas’ud SH, M.si, M.hum. lewat kata sambutannnya dalam acara yang dilaksanakan di Pendopo Wedyagraha Ngawi (3/8/2010). Ungkapan senada juga dipertegas oleh Kepala Badan Pemberdayaan dan keluarga berencana Kab. Ngawi, Kaunit Pelayanan Perempuan dan Anak Polres Ngawi serta Advokat Habib assegaf yang dalam acara sosialisasi ini bertindak sebagai nara sumber. Ketiga narasumber ini mengungkapkan keprihatinan yang sama terkait maraknya pornografi yang semakin panjang menambah daftar korban kekerasan dan untuk itu perlu dibentuk lembaga mediasi agar bisa melindungi dan memberikan bantuan baik moril dan hukum agar korban pornografi ,bisa kembali pada kehidupan normal tanpa trauma.

Selain Sosialisasi Undang Undang nomor 44 Tahun 2008, Sosialisasi Pusat Pelayanan Terpadu terhadap Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak juga menjadi bahasan. Pembentukan PPT Korban Kekerasan Perempuan dan Anak bertujuan mendorong partisipasi masyarakat untuk penghapusan kekerasan, memberikan pelayanan secara seksama dalam bentuk pengobatan dan perawatan psikis, fisik, sosial dan hukum. (Mott)

No comments:

Post a Comment