Tuesday, September 14, 2010

BUPATI NGAWI SAKSIKAN RITUAL KEDUK BEDJI







Masyarakat Desa Tawun, Kecamatan Kasreman, Kabupaten Ngawi menggelar upacara adat yang lebih dikenal dengan sebutan “keduk bedji” yang dilakukan setahun sekali, pada setiap Selasa Kliwon, setelah selesai masa panen. Dalam ritual adat ini, seluruh pemuda desa terjun ke kolam untuk mengeluarkan kotoran dari dalam sumber mata air yang bernama Bedji. Sumber air ini digunakan untuk menyuplai air kolam renang di tempat wisata Tawun dan untuk mengairi lahan pertanian penduduk sekitar, setiap tahunnya.
Dalam kesempatan ini Bupati Ngawi, Ir. Budi Sulistyono yang akrap dipanggil Mbah Kung, disuasana lebaran tepatnya selasa, 14/9/2010, telah menyempatkan diri beserta rombongan menyaksikan upacara adat tersebut. Lebih lanjut Bupati Ngawi menyampaikan bahwa wisata tawun adalah salah satu obyek wisata yang tertua di Kabupaten Ngawi ini, untuk itu dalam mewujudkan Visi - Misi yakni meningkatkan budaya yang berlandaskan kearifan dan keagamaan dalam suasana yang kondusif, perlu dilestarikan budaya tersebut, ini berarti bahwa masyarakat Ngawi ingin mewujudkan mimpi bahwa obyek wisata tawun yang akhirnya akan bisa menjadi tempat wisata yang sangat terkenal dan banyak dikunjungi para wisatawan sehingga akan mendongkrak PAD Kabupaten Ngawi, kalau nanti kita kelola bersama, jelas Beliau.
Upacara Keduk Bedji ini, merupakan salah satu cara untuk melestarikan adat budaya penduduk Desa Tawun sejak jaman dulu, tujuan utamanya adalah mengeduk atau membersihkan Sumber Beji dari kotoran. Karena di sumber inilah letak kehidupan penduduk Tawun. Menurut salah satu warga, inti dari ritual ini, terletak pada penyelaman (mengambil air langsung ke dalam sumber) atau penyimpanan kendi di pusat sumber air Bedji. Pusat sumber tersebut terdapat di dalam gua yang terdapat di dalam sumber.“Setiap tahunnya, kendi di dalam sumber diganti melalui upacara ini. Hal ini dimaksudkan, agar sumber air Bedji tetap bersih,” ujarnya.
Ritual ini berawal dari (legenda) warisan Eyang Ludro Joyo yang dulu pernah bertapa di Sumber Beji untuk mencari ketenangan dan kesejahteraan hidup. Setelah bertapa lama, tepat di hari Selasa Kliwon, jasad Eyang Ludro Joyo dipercaya hilang dan timbulah air sumber ini. Jalannya Prosesi ritual diawali dengan pengedukkan atau pembersihan kotoran di dalam sumber Bedji. Seluruh pemuda desa terjun ke air sumber untuk mengambil sampah dan daun-daun yang mengotori kolam dalam setahun terakhir. Dalam proses ini, diwarnai mandi lumpur oleh para pemuda yang terjun ke air. “Mandi lumpur ini dipercaya warga desa setempat untuk membersihkan badan kita. Selain itu, mandi lumpur dipercaya dapat awet muda dan sehat,” kata seorang warga yang diyakini masih keturunan dari Eyang Ludro Joyo ini.
Setelah itu, ritual dilanjutkan dengan penyilepan kendi ke dalam pusat sumber. Setelah itu, penyiraman air legen ke dalam sumber Bedji dan penyeberangan sesaji dari arah timur ke barat sumber.
Sesaji tersebut berisi makanan khas Jawa seperti, jadah, jenang, rengginang, lempeng, tempe, yang ditambah buah pisang, kelapa, bunga, dan telur ayam kampung.
Selama penyeberangan sesaji, para pemuda yang berada di sekitar sumber Beji berjoged dan melakukan ritual saling gepuk (pukul) dengan diringi gending Jawa.
Ritual ditutup dengan makan bersama Gunungan Lanang dan Gunungan Wadon yang telah disediakan bagi warga untuk “ngalub” (meraih) berkah. Warga saling berebut makanan yang dipercaya bisa mendatangkan berkah bagi kehidupannya kelak.(petruk,reza,rio)

No comments:

Post a Comment