Pemkab Ngawi Hadapi Dilematis
Benar-benar dilematis. Begitulah Pemkab Ngawi menghadapi tuntutan penghasilan tetap dari kepala desa dan perangkat desa, belakangan ini. Satu sisi Pemkab berupaya agar kesejahteraan kepala desa/perangkat desa dapat ditingkatkan, terutama bagi mereka yang kurang penghasilannya, tapi di sisi lain pemkab berharap pencairan penghasilan tetap kepala desa/perangkat desa itu tak memunculkan persoalan baru, baik bagi pemkab atau bagi kepala desa/perangkat desa.
Dalam hubungan ini peraturan perundang-undangan bidang pengelolaan keuangan tentunya menjadi landasan utama untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, di dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Karena, begitu salah dalam melaksanakan anggaran, akan berhadapan dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan memiliki jenis dan hirarki mulai dari UUD 1945, UU/Perpu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, sampai dengan Peraturan Daerah (Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan).
Andaikan ada pengeluaran yang tidak memiliki kerangka regulasi yang kuat, berarti hal itu dianggap sebagai penyimpangan. Dengan konsekuensi hukum antara lain: pejabat dapat dianggap melakukan perbuatan tindak pidana korupsi karena memenuhi tiga unsur perbuatan tindak pidana korupsi yaitu: 1. adanya perbuatan melawan hukum, 2. ikut memperkaya diri sendiri atau orang lain; 3. merugikan keuangan negara. Akibat hukum seperti ini jangan sampai terjadi pada aparat pemerintahan daerah, Kepala Desa dan Perangkat Desa.
“Tidak segera cairnya penghasilan tetap kepala desa/perangkat desa di Ngawi, bukan berarti Pemerintah Kabupaten mengabaikan tuntutan kesejahteraan kepala desa/perangkat desa. Namun ini semata-mata persoalan aturan atau hukum yang sekarang lagi terus dikaji dan dipecahkan bersama antara pemkab (eksekutif dan legislatif) dengan kepala desa/perangkat desa, untuk mengupayakan pijakan hukumnya. Walaupun beberapa kabupaten/kota ada yang berani melaksanakan dan beberapa kabupaten/kota tidak berani melaksanakan, karena dipahami bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada,” ujar Bupati Ngawi melalui Sekretaris Daerah Kabupaten Ngawi H. Mas Agoes Nirbito MW., SH., M.Si.
Diakui, memang kenyataannya antara pemkab (eksekutif dan legislatif) dengan kepala desa/perangkat terjadi perbedaan dalam memahami ketentuan hukum, terkait dengan ketentuan penghasilan tetap kepala desa/perangkat desa. Khususnya ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, dan terbitnya surat surat Mendagri sebagai berikut: a. Permendagri Nomor 26 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2007; SE Mendagri No.140/841/SJ Tgl 17 Agustus tahun 2006 perihal penjelasan pelaksanaan penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa; Surat Mendagri Nomor 142/567/PMD tgl 15 Januari 2009 perihal penghasilan tetap bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa; Surat Mendagri No.142/567/PMD tgl 9 Pebruari 2009 perihal penyaluran Dana ADD dan Penghasilan Tetap Kepala Desa dan Perangkat Desa; serta terakhir SE Mendagri Nomor 900/1303/SJ tgl 16 April 2009 Perihal Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa di Seluruh Indonesia.
Surat – surat tersebut berdasarkan kajian, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dalam hal ini, Pasal 27 PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa menyebutkan bahwa : Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan penghasilan tetap setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya sesuai dengan kemampuan keuangan desa, yang ditetapkan setiap tahun dalam APBDesa, dan besarannya paling sedikit sama dengan Upah Minimum Regional Kabupaten/Kota, dalam hal ini dipertegas penjelasan pasal 68 huruf (d) menyebutkan bahwa “Bantuan dari pemerintah diutamakan untuk tunjangan penghasilan kepala desa dan perangkat desa. Bantuan dari Propinsi dan Kabupaten/kota digunakan untuk percepatan atau akselerasi pembangunan desa.” Jadi pemahaman dari PP itu semestinya yang memberikan bantuan keuangan tunjangan penghasilan kepala desa/perangkat desa adalah pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah dan penganggaran penghasilan tetap/tunjangan kepala desa/perangkat desa ditetapkan dalam APBDes sesuai kemampuan keuangan desa. Perbedaan sikap hukum mendasar seperti itu perlu dicarikan jalan keluar, sehingga kesejahteraan Kepala Desa dan Perangkat Desa bisa ditingkatkan, utamanya yang masih di bawah Upah Minimum Kabupaten, karena sumber pendapatan desanya memang sangat minim.
Pemkab yakin perbedaan pemahaman tersebut bisa dipecahkan sepanjang semua pihak (Eksekutif, legislatif dan kepala desa/perangkat desa) mengedepankan aturan yang telah ditetapkan, saling menghargai pendapat dan saling memiliki kebersamaan demi kebaikan Ngawi.
Secara bersama, Pemkab, DPRD Ngawi dan kepala desa/perangkat desa melalui perwakilannya telah mengagendakan berkonsultasi ke Mendagri, dengan harapan adanya solusi, antara lain : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa khususnya pasal 68 dapat diubah disesuaikan dengan aspirasi yang tumbuh berkembang di masyarakat, 2. Permendagri nomor 25 tahun 2009 tentang pedoman penyusunan APBD tahun 2010 dapat diubah dengan memasukkan tambahan penghasilan aparat pemerintahan desa untuk terpenuhinya penghasilan kepala desa dan perangkat desa sebagaimana permendagri nomor 26 tahun 2006, tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2007
Pemkab Ngawi tetap berupaya bagaimana kesejahteraan kepala desa dan perangkat desa dapat ditingkatkan, dengan mengkaji kembali Perda No 11 Tahun 2006 Tentang Sumber Pendapatan Desa, khususnya Pasal 6 menyebutkan bahwa desa yang memiliki tanah kas desa kurang dari 6 (enam) hektar, pemerintah kabupaten mengusahakan peningkatan sumber pendapatan desa sesuai dengan kemampuan APBD.
“Berbagai upaya untuk mencari solusi terbaik dalam persoalan penghasilan tetap kepala desa/perangkat desa terus dilakukan. Kita tidak perlu saling hujat, saling olok dan saling cari kambing hitam. Jangan sampai persoalannya berlarut-larut menjadi permusuhan dan menghilangkan semangat kebersamaan membangun Ngawi yang lebih baik. Sepanjang ada komunikasi yang baik, maka persoalan ini bisa tuntas. Kami membuka ruang mediasi seluas-luasnya selain itu juga membangun jalinan informasi dan komunikasi melalui website Kabupaten Ngawi (www.ngawikab.go.id) ,” ujarnya.
No comments:
Post a Comment