Wednesday, February 24, 2010

DITJEN PERTANIAN TINJAU PENGEMBANGAN POLA TANAM PADI MODEL SRI SKALA LUAS KAB. NGAWI


SRI (System Of Rice Intensification) merupakan salah satu pendekatan dalam praktek budidaya padi yang menekankan pada manajemen pengelolaan tanah, tanaman dan air melalui pemberdayaan kelompok dan kearifan lokal yang berbasis pada kegiatan ramah lingkungan atau secara sederhana bisa diartikan teknik budidaya pertanian yang non konvensional yang mampu menawarkan hemat air, benih dan pupuk dengan budidaya padi. Pola tanam padi model SRI adalah cara bertanam padi kembali ke alam. Salah satu ciri SRI adalah petani tidak lagi menggunakan pupuk kimia, tapi memanfaatkan jerami, limbah geraji, sekam, pohon pisang, pupuk kandang yang diolah untuk pupuknya. Lalu, bibit yang disemai tidak lagi 20 hari, melainkan tujuh hari tempat persemaian sederhana seperti memanfaatkan besek kecil.
Jika sebelumnya benih dibutuhkan 30 kg/ha, kini pola SRI cukup 7 kg/ha. Setelah itu, ditanam di sawah dengan biji tunggal (satu biji benih) saat usia benih tujuh hari dengan jarak 30 cm x 30 cm. Tidak banyak diberi air, lalu penyiangan dilakukan empat kali, pemberian pupuk alami hingga enam kali, pengendalian hama terpadu, dan masa panen saat usia 100 hari atau lebih cepat 15 hari dengan pola biasa. Sungguh kenaikan yang cukup significant terjadi lonjakan produksi padi dengan pola SRI hingga 100%. Ini artinya, ada peluang besar dalam meningkatkan produksi pertanian padi dan juga ramah lingkungan.
SRI Kembali mendapat perhatian khusus dari Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air Kementrian Pertanian RI, dalam hal ini diwakili Ir. Agus Susewo,dan KaDinas Pertanian Propinsi Ir. Yunanto, Rabu, (24/02/2010) yang disambut Bupati beserta jajaran eksekutif terkait di ruang data Widyagraha. Dalam sambutannya, Bupati Ngawi dr. H. Harsono, menyampaikan sejarah peggunaan metode SRI di Kab. Ngawi ini didasari kenyataan bahwa daerah Ngawi merupakan daerah agraris dan merupakan lumbung pangan Jawa Timur. Sebagaian penduduk tinggal di daerah pedesaan dan menggantungkan usahanya pada sektor pertanian. Disamping itu Kab. Ngawi yang mempunyai luas wilayah 1.298,58 Km’ potensi lahan pertaniannya mencapai 673.869 Ha (84,7 %) akan tetapi besarnya potensi ini tidak dimbangi dengan inovasi teknologi yang masih rendah. Selain itu, kondisi geografis Ngawi yang tidak merata ketersediaan airnya, membuat petani harus kreatif dan inovatif untuk terus mengembangkan metode baru yang bisa memecahkan permasalahan ketersediaan air ini. untuk itu SRI yang terkenal dengan hemat airnya sangat cocok dikembangkan di Ngawi.
Sementara itu Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air Kementerian Pertanian,Ir.Agus Susewo memberikan apresiasi positif atas dilaksanakannya SRI skala luas di Kab Ngawi. Beliau menambahkan bahwa SRI ini memang layak untuk dilaksanakan karena terbukti bisa meningkatkan hasil panen sehingga ketahanan pangan Nasional bisa lebih kuat. Untuk itu Pemkab harus menciptakan target keberhasilan dan berusaha sekuat mungkin untuk meraihnya karena dari sisi anggaran, metode SRI ini telah dianggarkan dimana anggaran untuk SRI telah dialokasikan. Selain itu kedepannya anggaran bisa lebih banyak bila metode SRI ini sukses dilaksanakan dan sesuai target. ”yang pasti, Pemerintah pusat tidak tanggung tanggung untuk mensupport dan membantu keberhasilan metode pertanian SRI, bahkan sebuah team nasional yang terdiri dari pakar pakar pertanian siap diterjunkan untuk membantu petani langsung ke desa desa dimana SRI diterapkan”, pungkas beliau.

No comments:

Post a Comment