Wednesday, January 13, 2010

PENGGEMUKAN DOMBA DENGAN METODE PAKAN FERMENTASI MENGUNTUNGKAN PETERNAK



Ternak lokal atau asli Indonesia merupakan salah satu kekayaan nasional yang tidak kecil artinya, baik dilihat dari segi sumber pendapatan, sumber protein hewani yang murah dan mudah, maupun sebagai sumber tenaga kerja. Banyak diantara ternak lokal atau asli Indonesia yang perkembangannya tidak terlalu menggembirakan, bahkan bila tidak segera ditangani dikhawatirkan mengalami kepunahan. Upaya untuk mempertahankan kelestarian dan kemurnian ternak asli perlu ditangani, karena dalam jenis ternak asli mungkin terkandung gen-gen yang belum tentu dimiliki oleh jenis-jenis ternak impor.
Salah satu di antara plasma nutfah hewani yang perlu dipertahankan eksistensinya adalah ternak domba. Disamping sebagai penghasil daging, kulit, susu, wol, dapat juga dipakai sebagai bahan penelitian atau sebagai bahan rakitan untuk menciptakan kultivar-kultivar (bangsa-bangsa) unggul baru.
Pada awal sebelum terjadinya proses domestikasi, domba masih hidup liar di pegunungan. Perburuan hanya dilakukan untuk mendapatkan daging guna pemenuhan hidup sesaat. Pemeliharaan ternak dimulai ketika manusia merasa perlu mempunyai cadangan daging setiap saat diperlukan, sehingga dimulailah pemeliharaan ternak domba yang merupakan awal dari proses domestikasi. Bangsa domba yang dipelihara sekarang ini adalah domba tipe perah, pedaging, dan penghasil wol.
Tidak diketahui secara pasti, kapan domba mulai dipelihara di Indonesia, akan tetapi dengan adanya relief domba di Candi Borobudur (circa 800 SM), menandakan bahwa domba sudah dikenal masyarakat sekitarnya pada saat itu (Ryder, 1983). Domba yang sekarang menyebar di seluruh dunia ini sesungguhnya berasal dari daerah pegunungan Asia Tengah, dimana sebagian menyebar ke arah Barat dan Selatan sehingga dikenal sebagai kelompok urial dan yang lainnya menyebar ke Timur dan Utara yang dikenal sebagai kelompok argali. Terdapat tiga macam domba berdasarkan asalnya (bagian Barat dan Selatan Asia), yaitu Ovis musimon, Ovis ammon, dan Ovis orientalis. Sebelum terjadinya pemisahan daratan antara kepulauan Indonesia dan jazirah Melayu, maka domba yang ada di kawasan tersebut boleh jadi menyebar dari kawasan Asia Tengah (sekarang daerah Tibet, Mongolia), kemudian ke daerah Kamboja, Thailand, Malaysia dan kawasan Barat Indonesia seperti Sumatera yang pada saat itu masih bersatu dengan Malaysia. Hal tersebut terbukti dari jenis domba yang dijumpai di kawasan tersebut adalah dari jenis ekor tipis dengan penutup tubuh berupa rambut.
Pada masa kolonial Belanda, berbagai importasi ternak dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda, diantaranya adalah kambing dan domba, terutama ke pulau Jawa sebagai pusat pemerintahan pada saat itu dan Sumatera Barat dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas domba lokal yang ada (Merkens dan Soemirat, 1926). Selain itu, kedatangan pedagang Arab ke Wilayah Nusantara memberikan kontribusi pada keragaman jenis ternak domba yang ada, yaitu dengan membawa domba ekor gemuk ke propinsi Sulawesi Selatan dan Pulau Madura. Demikian pula setelah masa kemerdekaan, dapat dilihat dari banyaknya importasi jenis domba pada masa Orde Baru dengan tujuan utama meningkatkan produktivitas ternak domba lokal. Bisa disebut antara lain domba yang berasal dari daerah bermusim empat seperti Merino, Suffolk, Dorset, Texel (Natasasmita dkk., 1979), maupun domba dari daerah tropis dengan penutup tubuh berupa rambut, seperti domba St. Croix dan Barbados Blackbelly (Subandryo dkk., 1998).
Dengan perkembangan Iptek pada masa sekarang ini perkembangan serta peningkatan kualitas hewan ternak sudah sering dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Seperti Usaha Penggemukan Kambing Potong Oleh Mohamad Fikri, ST dari desa Sambirejo Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi yang di tekuninya selama kurang lebih setengah tahun ini akhirnya mendapatkan hasil yang memuaskan. Penggemukan daging dengan metode pakan ternak Fermentasi merupakan salah satu cara yang jitu dalam meningkatkan dan mempercepat pertumbuhan hewan ternak ini. Limbah Pertanian dan Argoindustri Pertanian memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber pakan ternak Ruminasia. Limbah yang memiliki nilai nutrisi yang relatif tinggi digunakan sebagai sumber pakan energi atau protein, sedangkan limbah pertanian yang memiliki nilai nutrisi relatif rendah digunakan sebagai sumber serat. Dedak Padi, Kulit Kopi, Kulit Coklat, Ketela pohon dan hasil ikutannya, Kulit Kacang Tanah, Tumpi Jagung, bungkil Biji Kapuk, Kedelai dan ikutanya serta Hijauan merupakan macam bahan pakan limbah pertanian diolah dengan metode fermentasi yang mengubah unsur kayu menjadi karbohidrat/protein, ditambah suplemaen protein sebagai sumber penguat, ataupun pencampuran komponen sesuai permintaan. Dengan melakukan kontrol terhadap kandungan Gizi pakan, menjadikan Kotoran relatif tidak berbau, karena semua komponen Gizi telah terserap pada proses pencernaan ternak.
Peternakan Putera Sambirejo milik Mohammad Fikri, ST ini memiliki 264 ekor kambing dan setiap harinya harus menyiapkan 1 kg pakan untuk 1 hari per kambing dimana pemberian makanannya dilakukan sebanyak 3 kali sehari. Awal mula, kambing yang ditampung adalah kambing muda yang berbobot antara 15 – 20 kg. ”Setelah dikembangbiakan dan mencapai berat yang ditentukan, kambing siap dijual. Selama setengah tahun sejak memulai usaha ini, kambing biasanya dikirim ke Mojokerto, ” jelas Sumadi,salah satu dari 4 karyawan yang dimiliki peternakan ini..
Adapun peternakan ini mengkhususkan diri untuk mengembangbiakan kambing gibas. Hal ini karena berdasarkan pemikiran bahwa kambing gibas/domba memiliki beberapa kelebihan antara lain mudah dirawat dan dagingnya apabila dikonsumsi terasa empuk.
Di peternakan ini, pemanfaatan kambing tidak hanya untuk dijual tapi juga dengan memanfaatkan kotorannya sebagai pupuk kompos. Adapun pupuk kompos merupakan pupuk yang berasal dari sisa tanaman atau kotoran hewan yang telah mengalami dekomposisi atau pelapukan. Kompos yang baik adalah kompos yang telah menpunyai umur pelapukan yang cukup dengan ciri-ciri warna sudah berbeda dari warna asal, tidak berbau, kadar air rendah dan sesuai suhu ruangan. Proses pengomposan adalah proses penurunan C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (<20). Selama proses pengomposan terjadi perubahan unsur kimia yaitu : karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak dan lilin menjadi CO2 dan HO2 , yang menguraikan senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap oleh tanaman. Kompos merupakan salah satu komponen untuk meningkatkan kesuburan tanah dengan memperbaiki kerusakan fisik tanah dengan memperbaiki kerusakan fisik tanah akibat pemakaian pupuk anorganik (kimia) pada tanah secara berlebihan yang berakibat pada rusaknya struktur tanah dalam jangka waktu yang lama.
Adapun manfaat kompos organik antara lain :
1. memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan.
2. Memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai.
3. Menambah daya ikat tanah terhadap air dan unsur-unsur hara tanah
4. Memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah.
5. Mengandung unsur hara yang lengkap (tergantung komposisi kompos)
6. Membantu proses pelapukan bahan-bahan mineral.
7. Memberikan ketersediaan bahan makanan bagi mikroba.
8. Menurunkan aktivitas mikroba yang merugikan.
9. Meningkatkan kelarutan unsur organik, ketersediaan unsur asam amino, zat gula, vitamin dan zat-zat bio aktif hasil dari mikro organisme sehingga pertumbuhan tanaman menjadi optimal.

Khusus untuk pemakaian Pupuk Kompos Organik produksi Peternakan Putera Sambirejo ini dapat digunakan untuk tanaman padi, palawija dan hortikultura. Cara pemakaian adalah dengan ditebarkan secara merata di permukaan tanah dengan dosis yang sesuai dengan jenis tanaman. Untuk pemupukan individu seperti tanaman dalam pot (jeruk, mangga, bunga, dll) kompos disebarkan di bawah kanopi terluar dari daun. Untuk tanaman padi dan palawija diberikan 10 ton/ha setiap 6 bulan; untuk tanaman bawang adalah 20.000 kg/ha; untuk tanaman semangka 2 kg/bedengan; (marsono, 2001) menyatakan bahwa pemakaian kompos adalah 500 g/tanaman pada umur 1-3 bulan; 1000g/tanaman pada umur tanaman 4-9 bulan. BPTP, Sumber jurnal: Yovita,2001; Iwan 2002; Peni Wahyu, Teguh Purwanto, 2007)

No comments:

Post a Comment